Selamat Datang di Blog Sedekah Ilmu, semoga blog ini dapat memberikan manfaat positif bagi Anda, Terima kasih atas kunjungannya !!!

Senin, 30 Januari 2012

Berani Mengajar,Kenapa Harus Takut Belajar

http://edukasi.kompas.com/read/2012/01/31/05180474/Berani.Mengajar.Kenapa.Harus.Takut.Belajar.

Akreditasi Sekolah Sebuah Kebutuhan atau Kepentingan


AKREDITASI SEKOLAH SEBUAH KEBUTUHAN ATAU KEPENTINGAN

Oleh : HAMRIN
Pengawas SMP/SM Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung
Asesor Sekolah/Madrasah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung
Lulusan S2 Pasca Sarjana Uninus Bandung

Abstrak

Upaya peningkatkan mutu  pendidikan  Indonesia tidak terlepas dari adanya evaluasi baik internal maupun ekstenal. Secara internal di lembaga pendidikan (Sekolah) disebut dengan Evaluasi Diri. Evaluasi  secara eksternal  dilakukan melalui akreditasi yang melibatkan asesor. Fungsi evaluator eksternal (asesor) adalah mengadakan klarifikasi, verifikasi terhadap data yang disajikan oleh sekolah untuk dianalisis, disimpulkan dan diambil  keputusan tentang status sekolah apakah berada di peringkat Terakreditasi A, B, C atau berada di peringkat Tidak Terakreditasi. Sudah saat nya sekolah memandang Akreditasi Sekolah sebagai sebuah kebutuhan.

A.    Pendahuluan

Mutu sekolah merupakan konsep multidimensi yang tidak hanya terkait dengan satu aspek tertentu dari sekolah melainkan banyak aspek yang menyertainya secara holistik. Untuk kepentingan akreditasi, mutu sekolah dilihat dari tingkat kelayakan penyelenggaraan sekolah dan sekaligus kinerja yang dihasilkan sekolah dengan mengacu kepada delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai acuan mutlak. Secara sistimatis siklus akreditasi dan peningkatan mutu sekolah dapat digambarkan sebagai berikut :















Implementasi Perbaikan
 

Restra & Rencana Kerja Tahunan Sekolah
 




Evaluasi Eksternal                  Evaluasi Diri

                 AKREDITASI
 



















Dalam rangka menempatkan program akreditasi sebagai bagian dari usaha sekolah untuk meningkatkan mutunya secara berkelanjutan, maka sistem akreditasi dikembangkan dengan karakteristik yang memberikan :
1.      Keseimbangan antara fokus penilaian kelayakan dan kinerja sekolah;
2.      Keseimbangan antara penilaian internal melalui evaluasi diri oleh sekolah dan evaluasi eksternal oleh asesor;
3.      Keseimbangan hasil akreditasi antara pemeringkatan status sekolah dan umpan balik untuk peningkatan mutu sekolah.

Akreditasi sekolah/madrasah adalah proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan satuan atau program pendidikan, yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk sertifikat pengakuan dan peringkat kelayakan yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang mandiri dan profesional. Dari sisi sekolah bahwa Akreditasi Sekolah adalah penjaminan mutu yang ditampilkan oleh sekolah selama kurun waktu empat tahun sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik.
Lembaga yang mandiri dan profesional adalah Badan Akreditasi Nasional (BAN) SMP/SM melalui Badan Akreditasi Provinsi (BAP) dan Unit Pelaksana Akreditasi Kab./Kota melakukan sosialisasi dan visitasi ke sekolah memotret apa yang sudah diisi sekolah melalui Instrumen Akreditasi, Instrumen Pengumpulan Data dan Informasi Pendukung, dengan kata lain Asesor mengadakan visitasi ke sekolah mengklarifikasi, verifikasi, dan validasi data apa yang ada di Instrumen akreditasi.Peran assesor disini adalah sebagai pemotret bukan sebagai penyuluh atau melakukan pembinaan.  Mereka (Asesor) hanya mencocokkan apa yang ada di Instrumen Akreditasi  dengan data dan fakta di lapangan tanpa adanya intervensi dari kedua belah pihak apalagi adanya indikasi bargaining atau intimidasi dari seorang asesor.
Disinilah diuji ketegaran (objektivitas) seorang asesor yang dapat membedakan kapan ia bertindak sebagai asesor dan sebagai pengawas sekolah, karena disitulah pula fungsi harus dapat dibedakan secara tegas ketika visitasi dilakukan. Jangan sampai terjadi waktu visitasi banyak habis terbuang dengan mendengarkan komentar dan nasehat dari asesor. Oleh karena itu pedoman seorang asesor dalam menjalankan tugasnya adalah Permendiknas No. 11 tahun 2009 untuk SD/MI, Permendiknas No. 12 tahun 2009 untuk SMP/MTs, dan Permendiknas No. 13 tahun 2009 untuk SMA/SMK, Sedangkan BAN S/M diatur dengan Permendiknas No. 29 Tahun 2005. Fokus akreditasi sekolah adalah mengevaluasi 8 Standar Nasional Pendidikan. Sudah sejauhmana keberhasilan dan kegagalan 8 Standar Nasional Pendidikan itu diimplementasikan oleh sebuah sekolah dalam kurun waktu empat tahunan. Tanpa mengikuti akreditasi sekolah apakah diminta atau meminta sekolah tidak akan tahu keberadaan sekolah status sudah berada dimana, karena predikat akreditasi sekolah yang ditetapkan oleh BAN adalah Terekareditasi A, Tereakreditasi B, Terakreditasi C dan Tidak  Terakreditasi. Berikut ini penulis mencoba memaparkan hasil akreditasi sekolah di Kabupaten Belitung pada sekolah SD dan SMA Tahun 2010 :


                                           Rekapitulasi Hasil Akreditasi Sekolah
                                               Kabupaten Belitung Tahun 2010

No.
Sekolah
Peringkat Akreditasi
A
B
C
Tidak Terakreditasi
1.
SD
-
23
16
-
2.
SMA

4
1
1
3.
SMK
1
5
-
-

Jumlah
1
32
17
1
                  Sumber : BAP Kepulauan Bangka Belitung, sudah diolah.

Apabila dilihat hasil akreditasi tersebut bahwa cita-cita LPMP dan Dinas Pendidikan Provinsi Bangka Belitung melalui target yang dibuat dalam Renstra adalah minimal akreditasi sekolah mendapat B, ternyata masih ada sekolah yang mendapat C sebanyak 17 sekolah, dan 1 sekolah Tidak Terakreditasi. Mengapa hal ini dapat terjadi ?. Jawabnya adalah karena akreditasi sekolah dipandang sebagai sebuah kebutuhan atau dipandang sebagai sebuah kepentingan oleh sekolah itu sendiri.

B.     Akreditasi Sekolah Sebuah Kebutuhan
Apabila akreditasi sekolah dipandang sebuah kebutuhan bagi sekolah, maka pihak sekolah akan menghadapinya dengan penuh keseriusan yaitu sejak awal niat ditumbuhkan kepada warga sekolah yang dikawal oleh Kepala Sekolah. Menurut hemat penulis tidak perlu dipersiapkan secara serius tentang akreditasi sekolah, Mengapa ? Karena sehari-harinya dalam menjalankan roda kehidupan sekolah, pihak sekolah telah menerapkan delapan standar nasional pendidikan yang semuanya sudah dibagi kewenangannya sendiri-sendiri.
Sebagai pendidik mempunyai tanggung jawab mengawal empat standar nasional pendidikan saja yaitu : Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses, Standar Penilaian yang secara otomatis dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya menerapkan standar tersebut. Oleh karena itu, apabila empat standar ini dilaksanakan dengan penuh profesional maka tidak ada masalah dengan akreditasi sekolah, kembali pertanyaan mengapa ? Itu tadi karena apa yang ditanyakan dalam Instrumen Evaluasi Diri Akreditasi Sekolah adalah menyangkut empat standar tersebut. Kemudian empat standar lainnya : Standar Tenaga Pendidik dan Tenaga Pendidikan, Standar Sarana Prasarana, Standar Pembiayaan. Empat standar ini adalah wewenang pemerintah dan pemerintah daerah untuk melengkapinya melalui usulan program oleh kepala sekolah pada Renstra dan Rencana Kerja Sekolah yang setiap tahun selalu dikoordinasikan ke Dinas Pendidikan Kab/Kota kemudian Dinas Pendidikan ke Pemerintah Kabupaten/Kota meneruskan ke Pemerintah Kab/Kota atau  ke Dinas Pendidikan Provinsi. Sebagai ilustrasi kalau empat standar tadi ( Standar Isi, SKL, Proses, Penilaian ) masing-masing dapat mencapai antara nilai 85 - 93 ditambah Standar Pembiayaan karena sudah pendidikan gratis tidak banyak masalah, jadi sudah lima standar dikuasai dari delapan standar maka dapat diyakini bahwa hasil peringkat akreditasi akan dapat B gemuk istilah saya ( skala nilai 77-85 ). Mari kita buktikan Standar Isi = 91, Standar Kompetensi Lulusan = 90, Standar Proses = 86, Standar Penilaian = 85, Standar Pembiayaan = 90, Sedangkan Standar lainnya misalnya Standar Tenaga Pendidik dan Kependidikan = 69, Standar Pengelolaan = 78, Standar Sarana Prasarana = 62, maka jumlah nilai 651 dibagi 8 komponen hasilnya 81,38 ( B ).
Dalam pelaksanaan akreditasi sekolah apabila sekolah memandangnya sebagai sebuah kebutuhan, maka seorang assesor akan leluasa mengkonfirmasi data yang diperlukan pada Tim Akreditasi Sekolah, tanpa ragu dan secara objektif  bukan subjektif menentukan nilai per butir pertanyaan yang ada di Instrumen akreditasi sekolah berdasarkan data dan fakta di lapangan melalui cek dan recek. Semua data yang sudah dikumpulkan oleh sekolah sebagai pertanggungjawaban kinerja warga sekolah (Guru, Tata Usaha, dan Kepala Sekolah) selama kurun waktu empat tahun apa adanya, tidak ada rekayasa data atau manipulasi data, terlihat jelas bahwa semua data yang ditampilkan adalah hasil proses kerja yang panjang bukan hasil kerja rekayasa atau spontanitas siap disajikan kepada siapa saja dengan penuh keyakinan. Kalaulah penampilan sekolah yang akan diakreditasi seperti ini, maka dapat diyakini bahwa hasil prolehan akreditasi sekolah akan mendapat nilai minimal B atau paling tidak proses pelaksanaan visitasi yang dilakukan oleh asesor  dapat berjalan lancar tanpa hambatan, karena jangan sampai terjadi hanya lama mencari data sebagai bukti yang dapat dipertanggung jawabkan sehingga diakui sebagai nilai maksimal pada butir nomor instrumen akreditasi sekolah yang menjadi sasaran pertanyaan.

C.    Akreditasi Sekolah Sebuah Kepentingan

Sebaliknya apabila sekolah memandang akreditasi sekolah sebagai kepentingan, maka akan terlihat jelas kesiapannya pada waktu visitasi sekolah artinya mereka menyiapkan instrumen akreditasi sekolah itu hanya untuk kepentingan sesaat, kepentingan pada waktu akreditasi sekolah dilaksanakan. Pihak sekolah seolah-olah pasrah menerima eksekusi oleh assesor terhadap data yang telah diisi di Instrumen Akreditasi Sekolah dan Bukti fisik berupa dokumen pendukung. Terlihat jelas disitu mana data yang diperlukan mana asal data, apalagi data yang menyangkut data berlanjut, misalnya catatan prestasi akademik dan non akademik, tidaklah mungkin yang ditampilkan hanya data 1 tahun atau 2 tahun saja, melainkan sepanjang sekolah itu berdiri, paling tidak kurun waktu 8 tahun yang terdiri dari 4 tahun data lama dan 4 tahun data baru untuk keperluan akreditasi sekolah.
Hal ini sengaja penulis ungkapan, mengingat sering dijumpai pada waktu pelaksanaan visitasi ke sekolah yang menjadi sasaran. Lebih lucu lagi Tim Akreditasi Sekolah mencoba mencari-cari data sebagai bukti fisik sebagai penguatan atau pengakuan yang akhirnya akan diberi nilai pada butir instrumen tersebut. Pencarian bukti fisik untuk sebuah butir pertanyaan pada instrumen lama sekali akhirnya ditemukan namun yang ditunjukkan adalah data lama yang telah kadaluarsa untuk dinilai. Jadilah bahan komentar oleh asesor tapi hanya dalam hati :  ”Ini data lama yang lama mencarinya”. Akibatnya waktu banyak terbuang dan datanya tidak dapat diakui. Lebih fatal lagi penampilan Tim Akreditasi Sekolah yang tidak siap, bingung, dan stess menghadapi pertanyaan demi pertanyaan dari butir pertanyaan yang ada di Instrumen Akreditasi Sekolah, bayangkan kalau TK/RA  terdapat 105 butir pertanyaan, SD/MI terdapat 157 butir pertanyaan, SMP/MTs  terdapat 169 butir pertanyaan, SMA/MA terdapat 165 butir pertanyaan, SMK/MAK terdapat 185 butir pertanyaan.
Apabila tidak dipersiapkan secara matang maka jalannya akreditasi sekolah tidak mencapai secara maksimal malahan yang terjadi perdebatan mempertahankan argumen terhadap bukti yang ditunjukkan atau diam seribu bahasa karena tidak tahu data apa yang harus ditampilkan. Bila kondisi sudah demikian adanya maka posisi assesor akan tidak banyak lagi ingin mengkonfirmasi data yang di lapangan, selain memberikan nilai minimal seperti tertera pada pilihan pada butir instrumen A, B, C, D atau E. Maka nilai E yang menjadi pilihan, dikarenakan tidak kuatnya bukti fisik yang ditunjukkan. Kondisi proses akreditasi tidak banyak memerlukan waktu dan energi baik bagi sekolah maupun assesor, dikarenakan percuma menggali informasi untuk sebuah pertanyaan kalau tidak ada atau tidak cukup bukti pendukungnya.

D.    Manfaat Akreditasi Sekolah

Akreditasi Sekolah bermanfaat baik bagi sekolah maupun stakeholder pendidikan sebagai :
1.      Acuan dalam upaya peningkatan mutu sekolah dan rencana pengembangan sekolah
2.      Motivator agar sekolah terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan kompetitif baik di tingkat kab/kota, provinsi, nasional bahkan regional dan internasional
3.      Umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerj warga sekolah dalam rangka menerapkan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi dan program sekolah
4.      Membantu mengindentifikasi sekolah dan program dalam rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donatur atau bentuk bantuan lainnya
5.      Bahan informasi bagi sekolah sebagai masyarakat belajar untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga dan dana.
Bagi kepala sekolah, hasil akreditasi diharapkan dapat dijadikan bahan informasi untuk pemetaan indikator kelayakan sekolah, kinerja warga sekolah, termasuk kinerja kepala sekolah selama periode kepemimpinannya. Di samping itu, hasil akreditasi juga diperlukan kepala sekolah sebagai bahan masukan untuk penyusunan program serta anggaran pendapatan dan belanja sekolah.
Bagi guru, hasil akreditasi merupakan dorongan untuk selalu meningkatkan diri dan bekerja keras dalam memberikan layanan terbaik bagi peserta didiknya guna mempertahankan dan meningkatkan mutu sekolah. Secara moral, guru senang bekerja di sekolah/madrasah yang diakui sebagai sekolah bermutu.
Bagi pengawas sekolah, hasil akreditasi sebagai tolak ukur keberhasilannya dalam melakukan pembinaan pada sekolah yang menjadi tanggungjawabnya. Paling tidak akan menjadi beban moral apabila sekolah binaan sampai mendapat status tidak terakreditasi, maka akan menjadi sorotan tajam dari pihak lain ada apa gerangan di sekolah tersebut, siapa yang salah pihak sekolah kah atau pihak pengawas sekolah kah yang salah.
Bagi masyarakat dan khususnya orangtua peserta didik, hasil akreditasi diharapkan menjadi informasi yang akurat tentang layanan pendidikan yang ditawarkan oleh setiap sekolah, sehingga secara sadar dan bertanggung jawab masyarakat dan khususnya orangtua dapat membuat keputusan dan pilihan yang tepat dalam kaitannya dengan pendidikan anaknya sesuai kebutuhan dan kemampuannya.
Bagi peserta didik, hasil akreditasi akan menumbuhkan rasa percaya diri bahwa mereka memperoleh pendidikan yang baik, dan harapannya, sertifikat dari sekolah yang terakreditasi merupakan bukti bahwa mereka menerima pendidikan bermutu.

E.     Penutup
1.      Kesimpulan
            Status akreditasi sekolah yang sudah diperoleh sebuah sekolah hendaknya selalu dapat dipertanggung jawabkan secara berkelanjutan. Status Akreditasi Sekolah hendaknya seiring dengan mutu yang ditunjukkan, bukan hanya sebagai papa nama saja untuk kebanggaan sesaat, setelah itu kinerja sekolah kembali seperti semula, dan akan berbenah diri lagi, apabila akan menghadapi akreditasi sekolah. Hal ini tidak kita harapkan bahwa akreditasi sekolah hanya dipandang sebagai kepentingan melainkan dipandang sebagai kebutuhan.
Ada dan tidaknya akreditasi sekolah, kinerja sekolah berjalan dengan menerapkan 8 Standar Nasional Pendidikan yang selalu dievaluasi diri  setiap tahunnya untuk bergerak maju dengan sasaran akhir sekolah yang berstatus melampaui SNP. Kalau sudah demikian maka saya yakin sekolah tersebut akan menjadi favorit dimata masyarakat, karena sudah dapat menjamin masa depan anak bangsa dalam bersaing dengan orang lain, paling tidak dengan dirinya sendiri. Kunci menuju sukses semuanya itu terpulang dari komitmen, konsisten, dan konsekuen yang tinggi dari Kepala Sekolah, Guru, dan Pengawas Sekolah serta Stakeholder Pendidikan mulai dari Dinas Pendidikan Kota/Kab, Dinas Pendidikan Provinsi yang selalu bersinergi positif untuk mewujudkan akreditasi sekolah yang bertanggung jawab. Saya punya keyakinan besar semuanya bisa terwujudkan apabila dilandasi oleh niat yang ikhlas dari semua pihak yang berkompeten dan satu tujuan untuk mencapai Education is the passport for the future, and the future is Now  ( Pendidikan adalah lisensi bagi kita untuk memasuki masa depan, dan masa depan itu sudah ada disini).

2.       Rekomendasi :

a.       Agar mutu pendidikan itu sesuai dengan apa yang seharusnya dan apa yang diharapkan oleh pemerintah, maka diperlukan adanya standar yang dijadikan benmark. Benmarkingnya adalah delapan standar nasional. Oleh karenanya perlu komitmen, konsistensi, dan konsekuen dari pihak sekolah yang dikawal oleh Dinas Pendidikan Kab/Kota dalam hal ini secara fungsional adalah tanggungjawab pengawas sekolah yang dapat memberikan pembinaan secara terus menerus setiap tahun pelajaran sampai dengan masa menjelang akreditasi sekolah.
b.      Kepada Dinas Pendidikan Kab/Kota dapat menginstruksikan sekolah untuk memaknai akreditasi sekolah dengan mencantumkan status akreditasi sekolah baik pada Kepala Surat Sekolah maupun pada papan nama sekolah. Hal ini merupakan kebanggaan bagi warga sekolah, selain itu masyarakat tahu tentang kualitas sebuah sekolah dan menentukan pilihan sekolah yang dituju.
c.       Kepada Dinas Pendidikan Kab/Kota hendaknya menindak lanjuti pasca hasil akreditasi sekolah melalui kajian kritis dengan Unit Pelaksana Akreditasi Sekolah untuk bahan dasar bagi sekolah membenahi kekurangan yang ada dan mempertahankan atau meningkatkan standar yang sudah baik.
d.      Bagi pihak sekolah hendaknya menjadikan akreditasi sekolah sebuah kebutuhan bukan kepentingan, sehingga dalam manajemen sekolah telah melaksanakan delapan standar, jika tidak dipersiapkan sejak dini maka tunggulah suatu saat sekolah akan ditinggalkan oleh masyarakat, karena masyarakat merasa enggan dan kurang kepercayaannya terhadap sekolah tersebut.

Daftar Pustaka :

Badan Akreditasi S/M Propinsi Bangka Belitung, (2010), Laporan Akreditasi S/M Tahun 2010.
Departemen Pendidikan Nasional, Badan Akreditasi Sekolah, (2005), Kebijakan dan Pedoman Akreditasi Sekolah.
Permendiknas No. 29 tahun 2005, tentang Pembentukan Badan Akreditasi Nasional.
Permendiknas No. 11 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Akreditasi  SD/MI.
Permendiknas No. 12 tahun tentang Petunjuk Teknis Akreditasi SMP/MTs
Permendiknas No. 13 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis SMA/SMK/MA
Riant Nugroho, (2008) , Pendidikan Indonesia, Harapan, Visi dan Strategi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

UN Punya Fungsi Integrasi

http://edukasi.kompas.com/read/2012/01/30/11381841/Nuh.UN.Juga.Punya.Fungsi.Integrasi

LCD Proyektor ESEMKA

http://edukasi.kompas.com/read/2012/01/30/10371813/LCD.Proyektor.Focus.Esemka.untuk.Semua